Selasa, 01 Mei 2012

EKSISTENSIALISME

"Dasar manusia jahanam! Memang koruptor tak tau diuntung!"

Kalimat di atas bukan saja mampu memprovokasi, tapi mampu menghadirkan wacana filosofis tentang diri manusia. "Manusia itu jahanam, koruptor tak tau diuntung" tentu saja kalimat yang menceritakan tentang seseorang, yang berkorupsi dan kemudian dikutuk oleh orang lain. Namun apakah koruptor memang akan selamanya jahanam? Apakah seorang jahanam juga akan selamanya buruk? Nyatanya, manusia mampu berubah-ubah.

Mari kita ingat para pejuang reformasi. Para mahasiswa yang dulunya berada pada barisan menurunkan Pak Harto, setelah jadi anggota DPR, tidak pasti bahwa dia seideal apa yang dulunya digagasinya. Tokh setelah jadi anggota DPR juga masih ada yang korup. Maka, ini membuktikan bahwa manusia dapat berubah. Dia hanya tidak dapat berubah jika dia sudah meninggal dunia. Melabel seseorang (manusia) pada masa hidupnya sangatlah tidak masuk akal dan tidak jujur.

Inilah yang dicuplik J.P. Sartre, filsuf eksistensialisme yang termahsyur. Konsep eksistensialisme adalah bahwa manusia dapat berubah. Selama hidupnya, manusia akan menjadi PENGADA UNTUK DIRINYA (being for itself) dan PENGADA PADA DIRINYA (being in itself). Dia bisa menciptakan dirinya yang berbeda-beda. Dia bisa menghargai dirinya, membangun dirinya, dan membuat dirinya eksis atau tidak. Tujuan umum manusia adalah membuat dirinya selaras dengan being for itself dan being in itself. Manusia sangat bebas. Ya, sangat bebas menciptakan dirinya maupun membangun dirinya. Bagi Sartre, tidak ada Tuhan. Sebab jika ada Tuhan, kebebasan manusia tidak ada.

Konsep eksistensialisme yang diberikan oleh Sartre dapat dinyatakan sebagai gerakan humanisme. Gagasan Sartre merupakan doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Manusia tidak lain daripada apa yang dipilih dan diciptakannya dalam hidup, tetapi bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk semua manusia. Memang harus diakui bahwa pandangan "esksistensi mendahului esensi" sebagai konsekuensi dari ketiadaan Tuhan, tapi setidaknya gagasan Sartre secara filosofis dapat diterima.

Mari mencuplik kembali kisah manusia. Seorang buronan dan mantan penjahat bisa saja menjadi orang suci. Orang suci sekelas Pastur pun bisa menjadi bejat dan jauh dari kebenaran. Setiap manusia dapat berubah. Esensinya, apakah dia baik atau buruk, hanya dapat disimpulkan saat manusia itu meninggal dunia. Sebab selama dia hidup, dia masih dapat menciptakan dirinya yang baru.

Teori eksistensialisme bukan saja menjadi teori. Ini memberi implikasi bagi masyarakat, bahwa tak ada jalan terbuka. Hidup tidak hanya sekali dalam eksistensialisme. Hidup bisa berkali-kali. Bisa berubah-ubah. Pada keadaan inilah manusia eksis.


Catatan kuliah STF Driyarkara,
1 Mei 2012 (MK: Filsafat Kontemporer)
Pengampu: Dr. Thomas H. Tjaja, SJ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar